MAGELANG RAYA - Pentingnya pendidikan karakter bagi anak usia dini sebagai generasi bangsa sangat penting.
Membina karakter usia dini berarti menyiapkan generasi penerus bangsa. Hal ini, turut menjadi penentu maju mundurnya bangsa.
Generasi bangsa harus dididik untuk memiliki kepribadian yang luhur yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan pancasila.
Pendidikan karakter bagi generasi muda juga penting untuk menumbuhkan kesadaran akan siapa dirinya sendiri. Ini akan membantu bangsa menjadi lebih baik.
Pembangunan pendidikan, yang merupakan bagian dari pembangunan sosial dan budaya, merupakan bagian yang sangat penting dan tidak dapat ditawar lagi.
Untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang cerdas, kreatif, berbakat, dan moral.
Di zaman ini yang penuh dengan teknologi modern, segala sesuatu yang terjadi di dalam negeri dan di luar negeri dapat dilihat melalui televisi dan internet, yang mengandung informasi tentang tindakan kriminal dan amoral.
Jika seorang anak di didik dengan baik sejak kecil, dia akan mampu memilah dan memilih hal-hal yang positif, demikian pula dengan tema, Memberikan pendidikan karakter kepada anak-anak sebagai generasi bangsa sangat penting karena merupakan penentu maju mundurnya bangsa.
Generasi bangsa harus dididik untuk memiliki kepribadian yang luhur yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan pancasila. agar tidak mudah terlibat dalam tindakan menyimpang, terutama tindakan yang dilarang oleh agama.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Generasi Muda Rentan Terpengaruh
Anak-anak muda paling rentan terhadap perubahan, yang baik maupun yang buruk, apalagi di era teknologi yang sangat maju saat ini.
Oleh karena itu, setiap individu seharusnya memiliki tanggung jawab yang signifikan dalam pembentukan karakter generasi bangsa.
Dalam proses perubahan itu,banyak fenomena-fenomena yang terjadi berkaitan dengan menurunnya nilai karakter.
Sebagai contoh kasus yang baru saja terjadi baru-baru ini yaitu murid yang menganiaya gurunya sampai menghembuskan nafas terakhir karena alasan tidak suka ketika gurunya menegur untuk tidak tidur di dalam kelas dan banyak kasus-kasus lain yang berkaitan dengan hal tersebut.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Fenomena apakah ini? Siapa yang patut disalahkan pada kasus ini? Apa dampaknya pada generasi berikutnya?Bagaimana penanganan kasusnya?Apa reaksi pemerintah atas kasus ini?
Kemudian, Bagaimana reaksi pemerhati anak terhadap kasus ini mengingat murid tersebut masih dibawah umur? Apakah masih pantas dilakukan pembelaan kepada murid tersebut? Demikianlah serentetan pertanyaan yang muncul dan berlintasan di benak saya.
Betapa malunya wajah pendidikan negara kita yang pada saat ini sedang gencar-gencarnya mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam setiap aspek sendi pembelajaran disekolah.
Apanya yang salah? Kurikulumnyakah? Rasanya seperti mencari kambing hitam di dalam kubangan lumpur.
Hal ini tidak akan terjadi apabila pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan bukan hanya sebagai slogan semata.
Sebab karakter merupakan kumpulan nilai-nilai baik yang menjadi landasan atau pedoman sikap dan perilaku seseorang. Karakter memiliki nilai-nilai atau virtues karakter yang dianggap baik atau buruk secara universal.
Karakter adalah proses perkembangan, dan pengembangan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan dan tak pernah berhenti (never ending process) selama manusia hidup dan selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap eksis.
Sebab, hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu mencapai puncak peradaban dunia. Maka untuk membentuk karakter yang baik ini diperlukan pendidikan karakter.
Sejatinya ukuran kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari aspek kognitifnya saja, tetapi juga menyangkut aspek afektif yang berkaitan dengan sikap dan karakternya.Namun ironisnya di Indonesia, masih banyak sekolah yang mengedepankan dan berorientasi pada aspek kognitif dalam proses penerimaan siswa baru.
Dengan menetapkan standar nilai tertentu yang menjadi patokan batas minimal diterima tidaknya siswa disekolah tersebut. Bahkan sampai tingkatan paling rendah sekalipun seperti sekolah dasar favorit yang menerima siswa baru apabila sudah mampu CALISTUNG.
Sehingga banyak sekolah-sekolah meningkatkan kuantitas dan bukan kualitas lulusan lembaganya. Dan pada akhirnya segala macam cara dilakukan agar dapat masuk ke sekolah favorit tersebut.
Padahal belum tentu anak yang lulus dari aspek kognitifnya, lulus juga dari aspek afektif.
Proses Pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik, seperti kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai suatu keutuhan (holistik) dalam konteks kehidupan kultural.
Karakter tidak dapat dibentuk dalam perilaku instan yang bisa langsung disajikan.
Pendidikan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan, dikembangkan dalam pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional, dan dilandasi pemahaman secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik.
Penulis: Haura Zain