Tradisi Keagamaan di Masjid Bergaya Yaman: Masjid Menara Kampung Melayu Semarang

Tradisi Keagamaan di Masjid Bergaya Yaman: Masjid Menara Kampung Melayu Semarang

MAGELANG RAYA
- Tahukah kamu, bahwa Semarang juga memiliki masjid bergaya Yaman sebagai bukti adanya peninggalan oleh saudagar Muslim? 

Semarang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, sejak dulu sudah menjadi pusat peradaban, politik, dan perdagangan dari kolonialisme bangsa Eropa - Belanda, saudagar China, Arab, Melayu, dan India. Yang artinya, banyak jejak peninggalan sejarah dengan kultur, budaya, dan agama yang beragam. 

Sehingga kita dapat melihat jejak peninggalannya di beberapa titik destinasi sejarah di Kota Semarang, seperti Gereja Blenduk yang merupakan bukti adanya penyebaran agama Kristen oleh Belanda. Ada juga Klenteng Sam Poo Kong, yang merupakan saksi bisu perjalanan Laksamana Cheng Ho saat beristirahat di Semarang.

Jejak Saudagar Arab dan Melayu di Semarang

Namanya adalah Masjid Menara, yang berlokasi di Jalan Layur, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara. Biasanya masjid ini juga disebut dengan Masjid Menara/Layur Kampung Melayu. Seperti namanya, masjid ini memiliki menara yang dahulu digunakan sebagai tempat muadzin mengumandangkan adzan dan berlokasi di Kampung Melayu.

Tentu saja, penyebutan “Kampung Melayu‟ pada kawasan ini memiliki sejarah sama halnya dengan wilayah Pecinan, dimana penghuni kawasan tersebut mayoritas orang – orang Cina. 

Penyebutan Kampung Melayu pun mulai dilakukan pada tahun 1743 bersamaan dengan para sudagar Arab, Melayu, dan Asia Selatan yang menetap di kawasan ini. Semarang termasuk ke dalam wilayah yang strategis untuk berdagang lantaran dekat dengan kawasan pesisir pantai utara Jawa. 

Walaupun dahulunya Jepara menjadi titik pusat perdagangan dan pelayaran, namun terjadi perpindahan pusat perdagangan dari Jepara ke Semarang yang dianggap lebih strategis dan lebih dekat dengan Batavia. 

Alhasil, adanya aktivitas perdagangan dan pelayaran di pesisir utara Semarang membuat berbagai kalangan pedagang beserta apa yang mereka bawa mulai menyebar di Semarang. 

Salah satunya ialah para pedagang yang berasal dari wilayah Asia Timur dan Asia Selatan; Gujarat, Yaman, Arab, hingga Pakistan dan India yang berdagang sembari menyebarkan agama Islam. 

Dimana mereka turut tinggal bahkan menetap di pesisir utara Semarang (dekat dengan Kali Semarang) dan saat ini menjadi kawasan Kampung Melayu. 

“Sejak dahulu, wilayah ini sudah dihuni oleh orang – orang Arab, mayoritas dari Yaman, Pakistan, dan India. Namun ada juga orang – orang Cina muslim dan orang Melayu yang turut menetap disini bahkan hingga sekarang”, ungkap Ali Mahsun, salah satu warga Kampung Melayu yang menjadi muadzin dan pengurus Masjid Menara/Layur Kampung Melayu.

Tentu saja, demi kemudahan segala aktivitas ibadah, mereka juga turut membangun sebuah masjid yang saat ini dikenal dengan Masjid Menara atau Masjid Layur pada sekitar tahun 1802. 

Ciri khas dari masjid ini ialah adanya sebuah menara dengan tinggi 30 meter, yang dahulu menurut Ali Mahsun sudah digunakan sebagai tempat muadzin mengumandangkan adzan sekaligus sebagai menara mercusuar untuk mengamati aktivitas perdagangan dan kapal dagang yang berlalu lalang di Kali Semarang. 

“Karena dahulu belum ada pengeras suara, para muadzin harus ke atas menara sekaligus mercusuar ini untuk mengumandakan adzan. Tapi sekarang, muadzin tidak perlu naik ke menara karena sudah dipasang pengeras suara disana”, ujar Ali Mahsun sembari menunjuk menara. 

Meskipun saat ini masjid masih tetap digunakan untuk kegiatan ibadah, ada hal menarik yang membuat Masjid Menara/Layur Kampung Melayu cukup berbeda dibanding masjid pada umumnya. 

Tempat sholat untuk perempuan/ukhti berlokasi terpisah dengan masjid yang menjadi tempat sholat untuk laki – laki/akhwat, dimana masjid pada umumnya biasanya hanya menggunakan pembatas/tirai.

Dijelaskan oleh Ali Mahsun, hal ini lantaran menjadi tradisi sejak dahulu oleh warga masyarakat yang sudah tahu bahwa Masjid Menara/Layur hanya digunakan untuk laki – laki. 

“Karena masjid ini dibangun oleh saudagar Yaman, makanya masjid ini turut menerapkan peraturan tidak tertulis yang dibawa dari kebiasaan orang – orang Yaman, yang dikhususkannya perempuan untuk sholat di rumah. Selain menghindari fitnah, biasanya perempuan mengalami menstruasi, sehingga alangkah lebih baik segala bentuk ibadah dilaksanakan di rumah demi menjaga kesucian.”

“Namun sekarang sudah dibangun tempat khusus untuk perempuan sholat, yang memang diperuntukkan untuk perempuan musafir. Tapi kalau untuk warga sekitar, mereka sudah menerapkan tradisi yang sejak dahulu sudah dibawa oleh orang Yaman. Makanya jangan heran kalau berkunjung kesini tidak ada satupun perempuan (terkhusus warga lokal) yang sholat disini," tambahnya.

Masjid Menara/Layur Kampung Melayu ini memiliki arsitektur bergaya khas Yaman yang berpadukan gaya Melayu dengan pintu dan jendela berukuran besar. 

Paduan warna hijau – hijau telur asin – putih membuat bangunan ini terlihat semakin cantik, ditambah dengan ukiran kaligrafi di pintu gerbang yang bersebelahan dengan menara di depannya. 

Gaya arsitektur dan unsur sejarah pada bangunanannya pun tidak mengalami perubahan yang signifikan, hanya saja dahulu Masjid Menara/Layur Kampung Melayu memiliki dua lantai masjid. 

Namun akibat sering adanya banjir rob, masjid lantai pertama mengalami kerusakan dan hilang sekitar 2,5 meter serta harus ditutup total, yang akhirnya membuat masjid ini hanya memiliki 1 lantai. 

Seperti pada tahun 1990an, terjadi banjir rob yang membuat orang – orang Melayu banyak berpindah dari kawasan ini meskipun masih ada beberapa yang tetap menetap. 

Selain keunikan arsitektur dan sejarahnya, terdapat berbagai tradisi yang dilakukan dalam rangka hari keagamaan. 

Ali Muhsin mengungkapkan, walaupun masjid ini dapat dikatakan sebagai masjid kuno, namun hingga saat ini masjid masih aktif untuk digunakan sebagai tempat ibadah dan belajar mengaji untuk anak – anak warga sekitar. 

Selain itu, banyak tradisi dan kegiatan yang dilakukan. Misalnya saja, kegiatan perayaan Maulid Nabi yang biasanya dilakukan pada malam ke – 12, malam terakhir Maulid Nabi. 

“Ada kegiatan bersholawat bersama dalam rangka Maulid Nabi, yang insyaa Allah akan dilaksanakan pada malam ke – 12 malam terakhir Maulid Nabi. Dan itu rutin setiap tahun dilakukan.” Ujar Ali Muhsin. 

Tak hanya itu, banyak kegiatan dan tradisi lainnya, seperti saat kegiataan keagamaan di Hari Idul Fitri, Idul Adha, malam 10 Suro, hingga malam Ramadhan. 

“Pada bulan Ramadhan, ada perbedaan kebiasaan dan tradisi di masjid ini. Disini sholat terawih dilaksanakan di pukul 20.00 WIB. Jadi ketika adzan isya, kami tetap mengumandangkannya. Namun setelah adzan langsung dilanjutkan tadarus (ngaji) bersama hingga jam 8 dan setelah itu kami langsung melaksanakan sholat Isya berjamaah dilanjut sholat terawih” sambungnya. 

Ali Mahsun juga menjelaskan beberapa tradisi acara keagamaan lainnya, “Disini juga setiap buka puasa ketika bulan suci Ramadhan, selalu menyediakan kopi yang berbeda dengan kopi lokal pada umumnya. 

Kami menyediakan kopi khas Arab dengan ramuan sehat yang membuat orang lebih nyaman minum kopi tanpa khawatir mengalami permasalahan lambung. Kopi khas Arab tersebut mengandung rempah – rempah seperti jahe, kapulaga, cengkeh, kayu manis, sereh, dan pandan. Yang pasti kopinya pun menjadi lebih enak dan sehat, yang tetap bisa diminum untuk orang yang tidak bisa meminum kopi. Kami menyediakan 40 – 50 gelas setiap harinya.” 

Masjid Menara/Layur Kampung Melayu, menjadi bukti begitu kuatnya penyebaran agama Islam di Semarang meskipun wilayahnya berada di pesisir. 

Kawasan kampung Arab/kampung orang – orang Muslim, menjadi tanda bahwa begitu aktifnya Semarang sebagai kota yang hidup dalam bidang perekonomian, perdagangan, politik, dan peradaban dengan berbagai budaya, agama, dan kultur di dalamnya. 

Tradisi yang dibawakan sejak dahulu pun masih terus diterapkan secara turun temurun, menjadi pembelajaran untuk kita agar selalu mengingat sejarah dan melestarikan tradisi serta budaya meskipun berada di era gempuran zaman modern.

Penulis: Salva Rezita Maharani
*Universitas Negeri Semarang

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Magelangraya.id menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: beritamagelangraya@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027