Tradisi Suronan di Desa Gombong untuk Menolak Bala Bayi yang Lahir di Bulan Syuro
MAGELANG RAYA - Salah satu tradisi yag melekat dimasyarakat Indonesia khususnya jawa adalah tradisi mengadakan slametan dibulan suro.
Bulan suro merupakan nama bulan dari tahun saka. Nama suro berasal dari bahasa Arab Assyuro yang mempunyai arti hari ke 10 dari bulan syuro.
Saat bulan suro datang masyarakat jawa mengadakan slametan untuk menghormari datangnya bulan tersebut.
Baca Juga: Indahnya Kebersamaan dalam Tradisi Lopis Raksasa Pekalongan Jawa Tengah
Selain itu,disalah satu desa dikabupaten Pemalang tepatnya didesa Gombong,kecamatan Belik,tepatnya berada disebelah selatan kabupaten Pemalang terdapat tradisi mengadakan slametan bagi bayi yang lahir dibulan syuro.
Disekitar pemalang khususnya didesa Gombong terdapat kepercayaan bahwa bayi yang lahir dibulan syuro memiliki keistimewaan khusus,yaitu memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan mempunya jiwa berani yang tinggi.
Selain itu,terdapat kepercayaan bahwa bayi yang lahir dibulan syuro memiliki keistimewaan dapat melihat hal yang orang lain tidak melihat dan hal tersebut dapat membuat bayi merasakan takut dan akan menangis sepanjang harinya.
Untuk itu,masyarakat desa Gombong mengadakan slametan untuk menolak hal buruk tersebut. Slametan tersebut mengundang sanak keluarga dan orang-orang terdekat serta dilaksanakan saat malam hari setelah bayi lahir.
Proses slametan tersebut diawali dengan mengirim Al-fatihah untuk bayi,tahlil,berdoa untuk bayi tersebut agar dihindarkan dari marabahaya kemudian acara makan yang menu pokoknya adalah nasi kuning yang dibuat tumpeng.
Nasi kuning dijadikan menu pokok karena mempunyai makna sendiri,yaitu harapan agar slametan yang diadakan membawa berkah bagi keluarga dan bayi yang lahir. selain itu,bentuk tumpeng yaitu segitiga mempunyai makna keagungan Tuhan yang karena kehendaknya lahirlah bayi pada bulan syuro yaitu bulan yang memiliki keistimewaan.
Tradisi mengadakan slametan suro bagi bayi yang lahir dipercaya dapat menolak bala bagi bayi yang lahir tersebut.
Selain itu, masyarakat jawa juga mempercayai bahwa bulan syuro adalah bulan sakral dan penuh misteri. Oleh kerana itu,tradisi slametan dianggap dapat menyelamatkan bayi dari hal sakral dan memberi keselamatan untuk bayi tersebut.
Tradisi mengadakan slametan suro tersebut telah ada sejak kepemimpinan lurah pertama yaitu R.Sudiro dan sampai sekarang tradisi tersebut masih menjadi kepercayaan.
Selain itu,terdapat kepercayaan jika bayi yang lahir tidak dislameti akan ada hal buruk yan terjadi pada bayi dan keluarganya. Tradisi slametan suro tidak hanya dilakukan saat bayi baru lahir. Namun,tradisi tersebut dilaksanakan satu tahun sekali pada bulan Suro yang harinya bertepatan dengan hari lahirnya.
Tradisi suro didesa Gombong merupakan perwujudan toleransi antar agama karena semua aliran yang ada didesa gombong menghargai tradisi tersebut dengan tidak menganggap bahwa tradisi tersebut salah.
Kehidupan di desa Gombong tetap aman,tentram dan guyup rukum meski terdapat 4 aliran yang berbeda yaitu NU,Muhamadiyah,LDDI DAN Salafiah.
Penulis: Salma Selfiyana
*Mahasiswa UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan