Indahnya Kebersamaan dalam Tradisi Lopis Raksasa Pekalongan Jawa Tengah

 Indahnya Kebersamaan dalam Tradisi Lopis Raksasa Pekalongan Jawa Tengah

MAGELANG RAYA
-  Tradisi Lopis Raksasa merupakan salah satu tradisi syawalan di daerah Krapyak Kota Pekalongan, tradisi ini menjadi salah satu tradisi yang secara rutin dilaksanakan setiap tahunnya tepatnya pada hari ke-7 setelah lebaran (7 Syawal).

Lopis Raksasa memiliki berat sekitar 1.830 kg dengan tinggi 223 cm dan berdiameter 250 cm. Selain dikenal sebagai Tradisi Lopis Raksasa juga dikenal “Bodo Lopis” sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat karena sudah melaksanakan ibadah puasa selama 1 bulan. 

Tradisi Lopis Raksasa secara rutin dilaksanakan oleh mayarakat Krapyak gang 8 Kota Pekalongan dalam memeriahkan kegiatan syawalan.

Baca Juga: Perkuat Akhlak Islami Dalam Tatanan Masyarakat Modern

Tradisi ini sudah ada sejak sekitar tahun 1885. Tradisi ini dipelopori oleh ulama krapyak yang bernama K.H Abdullah Siradji yang memiliki jiwa yang berani dan semangat untuk melawan penjajahan dari kolonial Belanda. 

Dalam karya dari Sartono, dkk (1994) menjelaskan bahwa asal mula dari makanan yang bernama lopis adalah sebagai hidangan untuk menjamu tamu yang datang ke rumah sebagai cara untuk memperkuat tali persaudaraan, selain itu lopis juga dapat bertahan lama dan tidak mudah cepat basi.

 Awal mulanya tradisi lopis raksasa ini dalam pembuatannya tidak langsung dibuat dalam ukuran yang besar, awal mulanya lopis di buat dari ukuran yang kecil, medium (sedang) dan setiap tahun semakin diperbesar ukurannya sampai bisa disebut Lopis Raksasa.



Rangkaian acara tradisi lopis raksasa terdiri dari prosese persiapan dalam pembuatan lopis raksasa membutuhkan waktu 3 hari 4 malam, dalam proses pembuatan lopis membutuhkan beras ketan kurang lebih ½ kwintal. 

Berdasarkan penjelasan dari Pak Fahrudin selaku ketua panitia pelaksana kegiatan tradisi lopis raksasa 2023 bahwa beras ketan tersebut merupakan hasil dari sumbangan warga dijadikan satu, dan diperlukan 1000 liter santan kelapa dan daun pisang sebagai pembungkus lopis. 

Setelah melalui proses persiapan dan setelah semalaman lopis raksasa sudah matang, waktu paginya dilakukan penghiasan lopis, lalu acara berdoa terlebih dahulu sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan, setelahnya dia arak keliling desa dan acara yang terakhir dilakukan pemotongan lopis oleh Walikota Pekalongan sebelum dibagikan kepada para warga.

Tradisi Lopis merupakan ucapan rasa syukur masyarakat krapyak yang telah melaksanakan ibadah puasa. Dalam makna kue lopis sendiri dalam bahasa jawa “Sedoyo lepat nyuwun pangapunten” yang menerangkan jika terdapat kesalahan dari seseorang yang baik disengaja ataupun tidak disengaja untuk memaafkan kesalahan tersebut. 

Hal ini sangat mengidentikkan Hari Raya Idul Fitri dimana semua orang saling memaafkan kesalahan dan kembali suci dari dosa-dosa yang diperbuat telah diampuni oleh Allah SWT. Kue Lopis mempunya makna simbolik dari setiap bagiannya, diantaranya adalah; Beras ketan melambangkan nilai Persatuan, karena beras ketan yang masih menjadi butiran-butiran yang terpisah setelah matang teksturnya menjadi sangat rapat dan padat sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain, kemudian butiran-butiran beras tersebut dibungkus dengan daun pisang dan diikat dengan erat. 

Bungkus daun pisang melambangkan pengabdian dan cinta kepada agama dan negara dengan melakukan usaha untuk kemajuan negara/agama, sebab pohon pisang tidak akan mati sebelum berbuah. 

Lopis mempunyai perpaduan rasa didalamnya antara manis, gurih dan asin yang melambangkan kehidupan manusia terdapat banyak sekali yang dilalui entah itu rasa senang, sedih, kecewa dan lain sebagainya. 

Kerukunan antar umat beragama memiliki hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan deng sikap toleransi. Kerukunan dan toleransi dalam beragama jika mampu diterapkan dengan baik dapat menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis. 

Dalam mencapai kerukunan antar umat beragama dapat melalui pendekatan dan penerapan sikap toleransi oleh setiap umat agama. Toleransi memiliki peran penting dalam mewujudkan persatuan ditengah-tengah perbedaan.

 Pada Tradisi Lopis Raksasa selain mengandung nilai persatuan, tradisi ini juga berkaitan dengan nilai toleransi. Dalam tradisi lopis raksasa mencerminkan sikap toleransi antar umat beragama yang menunjukkan umat saling menghargai dan menghormati. 

Berdasarkan penyampaian dari KH. Zainudin Ismail, beliau menjelaskan bahwa dalam proses pembuatan dan pelaksanaan tradisi tersebut tidak membatasi masyarakat yang ingin berpartisispasi dalam tradisi tersebut.

Dalam artian tradisi ini tidak hanya diperuntukan bagi umat agama islam saja, akan tetapi juga memberikan tempat bagi umat agama lain yang ingin berpartisispasi. Hal ini menggambarkan bahwa dengan melalui pendekatan tradisi yang ada dalam suatu wilayah dapat berperan sebagai jembatan toleransi oleh masyarakatnya yang untuk mewujudkan kerukunan antar umat agama. Saling menghormati dan membantu pelaksanaan tradisi lopis raksasa ini menandai tercipta toleransi diantara umat beragama.

Penulis: Abidatul Karimah

*Mahasiswa UIN KH Abdurrahaman  Wahid Pekalongan

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Magelangraya.id menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: beritamagelangraya@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027